Liputan6.com, Jakarta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menjamin legalitas Hak Guna Usaha (HGU) yang diperoleh pengusaha industri kelapa sawit nasional.
Koordinator Substandi pada Subdit Penetapan HGU Kementerian ATR/BPN David Cristhian mengatakan, dasar dari perolehan tanah seluruh sertifikat HGU yang dikeluarkan instansinya dipastikan berada di luar kawasan hutan.
“Karena pada awal prosesnya memang HGU harus di luar kawasan hutan. Pada saat panitia turun ke lapangan juga salah satunya merupakan dari Dinas Kehutanan,” kata David dikutip Sabtu (14/10/2023).
David menambahkan, dalam memperoleh HGU pelaku usaha harus menyertakakan persyaratan dan proses yang cukup komperehensif dari hulu sampai hilir. Sehingga, apabila terjadi kekurangan syarat maka HGU tidak akan terbit.
Demikian juga apabila lahan yang diajukan berada dalam kawasan hutan. Jika demikian, sudah pasti Kementerian ATR/BPN tidak akan mengeluarkan sertifikat atau Surat Keputusan HGU.
“Jadi untuk BPN kami pastikan clear posisinya bahwa proses pemberian HGU menlalui proses hulu sampai hilir dan melibatkan berbagai stakeholder terkait. Apabila salah satu persuaratan tidak bisa terpenuhi jadi sertifikat tidak bisa terbit,” tegasnya.
Diskusi dan Komunikasi
Dia pun mengatakan Kementerian ATR/BPN akan melakukan diskusi dan komunikasi dengan Satgas Sawit untuk memperjelas posisi HGU yang diklaim masuk ke kawasan hutan.
Pasalnya, pada saat proses pengurusan HGU, lahan yang diajukan telah berstatus sebagai Areal Penggunaan Lain (APL) atau telah dilepaskan dari kawasan hutan.
Seperti diketahui, APL adalah areal di luar kawasan hutan negara yang diperuntukkan bagi pembangunan di luar bidang kehutanan sehingga legal untuk dijadikan sebagai areal produktif.
“Satgas sawit kita sering diskusi, koordinasi yang mengatakan bahwa sertifikat yang kami terbitkan sebelum ada kawasan hutan sekarang diklaim sebagai hutan. Padahal sebelumnya itu sudah dilepaskan dari kawasan hutan atau APL,” jelasnya.
Bursa CPO Mulai Diperdagangkan 23 Oktober 2023
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko mengatakan bursa CPO Indonesia akan mulai perdagangannya pada 23 Oktober 2023 mendatang.
“Kami menargetkan tanggal 23 Oktober 2023 bursa CPO sudah live artinya sudah berjalan penuh artinya perdagangan CPO melalui bursa berjangka sudah terjadi secara efektif,” kata Didid dalam acara Peluncuran Bursa CPO Indonesia, Jakarta, Jumat (13/10).
Dengan demikian sejak 23 Oktober 2023 nanti, katanya, sudah bisa mulai membentuk sarana pembentukan harga (price discovery) dengan upaya yang keras untuk meningkatkan kredibilitas bursa. Pihaknya pun berharap pada triwulan pertama 2024 sudah mampu mewujudkan referensi harga (price reverece).
“Sejak 23 Oktober 2023 nanti, kita sudah bisa mulai membentuk price discovery,” imbuhnya.
Sosialisasi dan PelatihanDidid pun menjelaskan bahwa pada 16 Oktober 2023, Indonesia Commodity and Detivate Exchanges (ICDX) akan melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada calon anggota bursa.
“Sosialisasi ini juga akan dilakukan dengan memanfaatkan moment trade expo Indonesia untuk meningkatkan awareness dan willingness,” jelasnya
Diluncurkan Mendag
Sebagai informasi, Kementerian Perdagangan bersama Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Bappeti resmi meluncurkan bursa berjangka Crude Palm Oil (CPO) pada hari ini, Jumat (13/10).
“Dengan mengucap Bismillahirrohmanirrohim dengan memohon ridho dari Allah subhanahu wa ta’ala Tuhan yang maha kuasa, Bursa CPO saya resmikan,” kata Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) dalam peluncuran bursa CPO di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (13/10).
Ia menjelaskan dengan adanya bursa CPO ini, nantinya harga CPO tidak lagi berpacu pada harga acuan yang ditetapkan oleh bursa CPO Rotterdam dan Malaysia. Ia berharap ke depannya Indonesia akan menjadi barometer harga CPO di dunia.
“Kita berharap dengan adanya bursa ini nanti maka barometer harga CPO dunia ada di kita, wong kita nomor 1, masa kita gak tersinggung, masa kita nggak malu, masa kita diam saja,” imbuhnya
Reporter: Siti Ayu Rachma
Sumber: Merdeka.com